Sebagai upaya memyamakan persepsi dan mengkonsolidasikan penyesuaian Peraturan Dana Pensiun (PDP) pasa UU No. 4/2023 tentang PPSK, Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) dan DPLK Indolife menggelar “Diskusi dan Sharing PDP Pasca UU PPSK” di Jakarta (2/11/2023). Dibuka oleh Nur Hasan Kurniawan (Ketua Umum Asosiasi DPLK), acara ini bertujuan untuk berbagi kisah dan ikhtiar dalam melakukan revisi PDP pasca UU PPSK sesuai regulasi yang berlaku.

Bertindak sebagai pemateri Tondy Suradiredja dan Tania (Pengurus DPLK Indolife) yang menyajikan 18 poin penyesuaian PDP yang telah dilakukan dan disetujui OJK. Sekitar 40 anggota Asosiasi DPLK ikut berdiskusi dengan penuh antusia, termasuk Steven Tanner (Pengawas Asosiasi DPLK) dan Syarifudin Yunus (Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK). Diskusi dan sharing seperti menjadi penting untuk menyamakan persepsi antarpelaku DPLK.

“Memang PDP ini belum sempurna tapi sudah disetujui regulator. Semoga diskusi ini bisa menjadi inspirasi untuk anggota Asosiasi DPLK lainnya, termasuk proses yang dijalani untuk penyesuaian PDP pasca UU PPSK” ujar Tondy Suradiredja, Pengurus DPLK Indolife dalam pemaparannya.

Menariknya dalam sharing PDP ini, terkait dengan istilah “Pensiun Ditunda” yang mungkin bisa menjadi solusi atas peserta DPLK yang berhenti bekerja sebelum usia pensiun dipercepat. Asal kepesertaan sudah melebihi 3 tahun dan memenuhi grace period 30 hari, maka manfaat dapat dibayarkan. Di sisi lain, DPLK juga perlu mengakomodir penyesuaian sebagaimana diamanatkan UU PPSK seperti 1) manfaat lain di DPLK, 2) pembayaran manfaat berkala, 3) usia pensiun normal dan dipercepat, 4) pengelolaan investasi tanpa pihak ketiga, 5) pengurus dan dewan pengawas DPLK, dan 6) ketentuan peralihan yang ada di UU PPSK.

Sejalan dengan pemberlakuan UU PPSK, ada baiknya setiap DPLK sudah memulai diskusi internal untuk “mengemas” perubahan PDP-nya, di samping melakukan edukasi atau visitasi ke klien untuk menjelaskan tentang penyesuaian UU PPSK dan PDP yang akan dilakukan. Hal ini penting untuk memastikan klien tetap terlayani dengan baik dan program DPLK-nya tetap terjaga dengan efektif.

Maka ke depan, Asosiasi DPLK memandang tradisi berdiskusi dan sharing antar pelaku DPLK patut dilakukan secara berkelanjutan. Sebagai cara untuk menyamakan persepsi, memberi update, dan sekaligus silaturahim dalam rangka menjaga kekompakan sesama pelaku DPLK di Indonesia. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun

Sebagai upaya untuk menjaga standar kompetensi industri DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan), Asosiasi DPLK menggelar kelas tutorial Ujian Sertifikasi batch 22 di Gedung Jaya Thamrin Jakarta (25-26/10/2023). Diikuti 36 peserta dari 17 lembaga, yaitu 7 DPLK, 6 Manajer Investasi, dan 6 lembaga lainnya kelas tutorial ini bertujuan untuk mempersiapkan pengetahuan dan pemahaman menjelang ujian Sertifikasi DPLK yang diselenggarakan pada Jumat, 27 Oktober 2023 besok. 

Ujian Sertifikasi DPLK bertujuan untuk memacu standar kompetensi berupa pengetahuan, keterampilan dan keahlian para pengelola, pemasar dan staf yang bekerja di unit bisnis DPLK dalam memberikan layanan berkualitas kepada para pengguna jasa DPLK. Adapun materi ajar tutorial mencakup 4 modul yaitu 1) pengetahuan dasar dan pemasaran DPLK, 2) operasional dan bisnis proses DPLK, 3) investasi DPLK, dan 4) regulasi dan risiko DPLK dengan fasilitator Syarifudin Yunus, Mielanita Wulansari, dan Nur Hasan Kurniawan dari Asosiasi DPLK,

“Asosiasi DPLK sudah menggelar Sertifikasi DPLK sejak 2018 sebagai penerapan prinsip perilaku profesional dan standar kompetensi pelaku DPLK. Agar mampu menyajikan informasi dan layanan yang optimal kepada Masyarakat nantinya. Tujuannya, untuk melindungi para peserta DPLK dalam mempersiapkan masa pensiunnya” ujar Syarifudin Yunus, Ketua Panitia Nasional Sertifikasi DPLK di sela kelas tutorial hari ini.

Patut diketahui, ujian Sertifikasi DPLK digelar 4 kali dalam setahun, yaitu pada akhir bulan Januari-April-Juli-Oktober (4 kali setahun) dan dapat diikuti pengelola, tenaga pemasar, staf DPLK dan pihak lain yang berhubungan dengan bisnis DPLK. Hingga saat ini, tidak kurang 700 orang telah tersertifikasi DPLK. Ujian Sertifikasi DPLK menggunakan format pilihan berganda dengan 100 soal. Nilai kelulusan minimal adalah 60. Hingga kini, tingkat kelulusan ujian sertifikasi DPLK mencapai 90%. 

Sebagai antisipasi terhadap UU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) khususnya bidang dana pensiun, maka Sertifikasi DPLK menjadi proses pembelajaran yang sangat penting. Agar memahami prinsip bisnis DPLK sekaligus menjadi standar kompetensi di bidang DPLK. Untuk diketahui, hingga Juni 2023 ini, industri DPLK telah mengelola aset lebih dari Rp. 125 triliun dengan melayani lebih dari 3,6 juta peserta dengan lebih dari 21.000 perusahaan di Indonesia. Ke depan, Asosasi DPLK akan terus aktif melakukan edukasi akan pentingnya DPLK sebagai “kendaraan” yang paling pas untuk mempersiapkan masa pensiun yang Sejahtera bari ratusan juta pekerja di Indonesia, baik sektor formal maupun informal. Agar tercipta pekerja yang “kerja yes pensiun oke”. Salam #YukSiapkanPensiun #SertifikasiDPLK #EdukasiDanaPensiun

Sering ada pertanyaan. Bila perusahaan sudah punya program JHT (Jaminan Hari Tua) BPJS Ketenagakerjaan, apa nggak perlu lagi punya Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)? Hal yang sama terjadi pada seorang pekerja, bila sudah diikutkan perusahaan tempatnya bekerja ke JHT BPJS, apa nggak perlu juga punya DPLK? Mohon maaf nih dan mungkin, pertanyaan itu dapat diilustrasikan sama dengan “bila sudah punya kipas angin, apa nggak perlu AC?”  

 

Sebelum menjawab pertanyaan bila sudah punya JHT BPJS, apa nggak perlu DPLK? Ada baiknya kita memahami perbedaan mendasar JHT BPJS dengan DPLK. Sekalipun sama-sama orientasinya untuk hari tua atau masa pensiun, setidaknya ada 5 (lima) perbedaaan mendasar antara JHT BPJS Ketenagakerjaan dan DPLK yang patut diketahui, yaitu:

1. JHT bersifat wajib yang diatur dalam UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), sedangkan DPLK bersifat sukarela yang diatur oleh UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). 

2. JHT BPJS bertujuan untuk memberikan perlindungan dasar dan layak di hari tua, sedangkan DPLK untuk memberikan manfaat pensiun yang lebih optimal (on top) agar pekerja mampu mempertahankan standar dan gaya hidup di masa pensiun seperti saat masih bekerja.

3. Manfaat JHT BPJS dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) kepada pesertanya, sedangkan DPLK manfaatya dibayarkan terdiri dari a) secara sekaligus dalam jumlah tertentu atau b) secara berkala setiap bulan atas pilihan peserta.

4. Iuran JHT BPJS sudah ditentukan sebesar 3,7% (dari Perusahaan) dan 2% (dari pekerja) dari upah sebulan, sedangkan iuran DPLK dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan dan pekerja sesuai dengan tujuan keuangan di masa pensiun.

5. Dan yang terpenting untuk diketahui, iuran JHT BPJS dari Perusahaan tidak dapat “diakui” sebagai bagian pemenuhan kewajiban atas Uang Pesangon (UP) dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) saat pekerja memasuki usia pensiun, meninggal dunia atau PHK. Sedangkan iuran Perusahaan di DPLK dapat “diakui” atau dikompensasikan (offset) sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Uang Pesangon (UP) dan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) terhadap pekerja sesuai UU No. 6/2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja dan PP 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, alih daya, dan Pemutusan Hubungan Kerja. 

 

Sebagai contoh saja. Bila seorang pekerja pensiun di usia 56 tahun. Sesuai kewajiban ketenagakerjaan (UU No. 6/2023) berhak menerima uang pensiun dari perusahaan sebesar Rp. 500 juta. Maka iuran perusahaan yang 3,7% di JHT BPJS “tidak dapat dikompensasi” sebagai pengurang. Artinya, Perusahaan harus tetap membayar Rp. 500 juta ke pekerja. Sedangkan iuran perusahaan di DPLK “dapat dikompensasikan” sebagai bagian dari pengurang uang pensiun ke pekerja. Misalnya akumulasi iuran Perusahaan di DPLK sudah mencapai Rp. 300 juta, maka Perusahaan hanya membayarkan kekurangannya sebesar Rp. 200 juta ke pekerja. Kira-kira begitu. 

 

Penting untuk dipahami oleh perusahaan dan pekerja, kita mengenal istilah “Tingkat Penghasilan Pensiun – TPP” atau replacement ratio yang dibutuhkan seorang pekerja di saat pensiun, saat tidak bekerja lagi. Dikatakan seorang pekerja membutuhkan TPP sebesar 70%-80% dari upah terakhir untuk bisa memenuhi standar dan gaya hidup di hari tua. Sebut saja seorang pekerja memiliki upah terakhir sebelum pensiun sebesar Rp. 10 juta per bulan. Maka  di saat pensiun, dia membutuhkan TPP sebesar Rp. 7-8 juta per bulan. Agar tetap dapat hidup layak di masa pensiun. Nah sebagai ilustrasi, JHT BPJS (wajib) mungkin hanya berkontribusi 15% saja atau setara Rp. 1,5 juta per bulan. Maka ada kekurangan TPP 55%-65% dari kebutuhan dana di masa pensiun. Oleh karena itu, untuk memenuhi kekurangan TPP tersebut, dibutuhkan program DPLK (sukarela). Jadi, tinggal pilih yang mana yang mau dituju? Mau kekurangan atau tercukupi kebutuhan dana di masa pensiun atau hari tua nanti. 

 

Faktanya, 7 dari 10 pensiunan di Indonesia mengalami masalah keuangan. Atau “terpaksa” bergantung hidup kepada anaknya. Hal itu terjadi akibat tidak adanya dana yang mencukupi di masa pensiun. Maka. DPLK diperlukan untuk memenuhi “kekurangan” dana yang cukup untuk membiayai kehidupan di masa pensiun. Di saat bekerja berjaya, tapi di masa pensiun merana. Itulah realitas yang terjadi pada pensiunan. Kata pepatah “sedia payung sebelum hujan”, maka setiap pekerja sangat perlu mempersiapkan masa pensiun yang Sejahtera. Atau perusahaan mencadangkan kewajiban uang pensiun/uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja yang harus dibayarkan kepada pekerja saat pensiun. Karena cepat atau lambat, uang pensiun pasti dibayarkan. 

 

Kembali ke pertanyaannya, bila perusahaan sudah punya JHT BPJS, apa nggak perlu DPLK? Maka jawabnya, sangat perlu untuk 1) menghindari masalah cash flow perusahaan saat pekerja pensiun, 2) meminimalkan biaya perusahaan atas uang pensiun/pesangon, dan 3) memastikan ketersediaaan dana kompensasi pascakerja terhadap pekerja, dan 4) mengurangi pajak penghasilan badan (PPH 25) karena iuran perusahaan ke dana pensiun dianggap sebagai biaya.

 

Di tengah cuaca panas yang berkepanjangan seperti sekarang, mari kita bertanya. Bila sudah punya kipas angin, apa kita nggak perlu AC? Itulah yang disebut “kerja yes, pensiun oke”. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun

Wednesday, 27 September 2023

Laporan Kinerja DPLK 2021

Laporan ini merupakan media publikasi yang menyajikan data dan informasi mengenai kegiatan usaha DPLK (DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN) di Indonesia yang disusun oleh Asosiasi DPLK yang lebih dikenal dengan nama Perkumpulan DPLK (PDPLK) sebagai sebuah institusi yang beranggotakan DPLK-DPLK yang ada di Indonesia.

Data dan Informasi yang disajikan dalam Laporan ini adalah terkait kinerja seluruh DPLK di Indonesia atas semua program pensiun yang diselenggarakan oleh masing-masing DPLK baik Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) yang dikelola secara akun individu (individual account) maupun yang dikelola secara akun kumpulan (pooled fund) yang dikenal dengan nama Program Pensiun Dana Kompensasi Pascakerja (DKPK).

Laporan ini merupakan publikasi yang kedua untuk data dan informasi terkait kinerja DPLK di Indonesia. Adapun data dan informasi yang disajikan dalam Laporan ini berasal dari laporan berkala DPLK yang disampaikan ke OJK dan kemudian disajikan oleh OJK dalam Statistik Dana Pensiun dan Laporan Keuangan DPLK yang dipublikasikan di media cetak dan diserahkan kepada PDPLK.

Kami, Pengurus PDPLK, senantiasa berupaya memastikan kualitas data pada Laporan ini. Namun demikian, apabila masih ditemukan kurang akuratnya data dan informasi yang disajikan dalam Laporan ini, maka kami akan melakukan revisi yang diperlukan

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota PDPLK yang telah membantu untuk memberikan data dan Informasi yang diminta oleh pengurus DPLK.

Akhir kata, kami berharap data dan informasi yang disajikan di dalam Laporan ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi para penggunanya. Laporan ini dapat diakses melalui situs resmi PDPLK dengan alamat www.pdplk.com.

 

Jakarta, Oktober 2022
Pengurus PDPLK

 

 

Sebagai bagian untuk meningkatkan literasi dana pensiun, Survei “Dana Pensiun untuk Pekerja Biasa” yang dilakukan Asosiasi DPLK (September 2023) menyebutkan 63% pekerja biasa tidak punya tabungan pensiun atau hari tua. Hanya 37% pekerja yang sudah punya tabungan pensiun. Survei ini menyasar 100 pekerja biasa di Jakarta, yaitu orang yang menerima upah atas hasil pekerjaannya tanpa membutuhkan keahlian khusus dan kompetensi yang spesifik, seperti pramuniaga, staf administrasi, pegawai kontrak, dan sejenisnya pada rentang usia produktif 22-35 tahun dan berpendidikan S1. Pekerja biasa merupakan pekerja kebanyakan yang ada di Indonesia.

 

Ada beberapa sebab pekerja tidak punya tabungan pensiun. Diantaranya 1) tidak punya tujuan keuangan di hari tua, 2) tidak cukupnya penghasilan untuk tabungan pensiun, 3) masih banyak tanggungan, 4) harus membayar utang, dan 5) biaya gaya hidup yang masih tinggi. Maka edukasi dana pensiun sangat penting dilakukan di kalangan pekerja. Agar memiliki rencana keuangan jangka Panjang seperti dana pensiun, di samping berani memulai tabungan pensiun sedini mungkin.

 

Survei Asosiasi DPLK pun mennyebutkan fakta lainnya yaitu 44% pekerja biasa tidak tahu DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Artinya, hampir 1 dari 2 pekerja tidak tahu DPLK sebagai produk keuangan untuk menyiapkan masa pensiun atau hari tua yang lebih baik. Sementara 56% pekerja yang sudah tahu DPLK pun belum tentu punya DPLK. Sebagai salah satu program pensiun, DPLK yang menjanjikan manfaat pensiun bagi pekerja sangat penting untuk disosialisasikan. Karena bila tidak, maka para pekerja berpotensi mengalami masalah keuangan di hari tua. 

 

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022 yang menyebutkan tingkat literasi dana pensiun mencapai 30,46%, namun tingkat inklusinya hanya 5,42%. Itu berarti dari 10 orang di Indonesia, ada 3 orang yang tahu dana pensiun. Namun hanya “setengah orang” yang memiliki dana pensiun. Maka seiring bonus demografi, ada potensi ledakan pensiunan di Indonesia pada tahun 2040 yang tidak mampu membiayai kebutuhan hidupnya akibat tidak adanya dana pensiun yang memadai. 

 

Penting diketahui para pekerja, bahwa masa pensiun di Indonesia tergolong panjang seiring tingkat harapan hidup yang mencapai usia 72 tahun. Maka dibutuhkan biaya yang besar di hari tua, di samping adanya kondisi keuangan yang tidak pasti di masa datang. Tanpa persiapan pensiun, maka para pekerja berpotensi gagal mempertahankan gaya hidup di masa pensiun seperti saat masih bekerja. Untuk itu, dana pensiun menjadi aspek penting yang perlu disiapkan. Karena cepat atau lambat, setiap pekerja pasti akan pensiun. 

 

“Selain untuk kesinambungan penghasilan di hari tua, dana pensiun perlu disiapkan sejak dini agar ada kepastian dana untuk masa pensiun dan hasil investasinya optimal karena bersifat jangka Panjang. Survei Asosiasi DPLK ini hanya untuk mengetahui realitas pekerja tentang dana pensiun. Selain pentingnya edukasi, DPLK harus terus disosialisasikan kepada pekerja di mana pun” ujar Syarifudin Yunus, Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK dalam rilisnya. 

 

Hari ini, survei lainnya menyebutkan 9 dari 10 pekerja di Indonesia tidak siap pensiun atau berhenti bekerja. Sebab tidak adanya ketersediaan dana untuk hari tua. Maka edukasi yang masif akan pentingnya dana pensiun, khususnya DPLK harus tersu dikampanyekan. Agar tingkat inklusi dana pensiun bisa meningkat, di samping bertumbuhnya kepesertaan dana pensiun di Indonesia. Salam #YukSiapkanPensiun #AsosasiDPLK #EdukasiDanaPensiun

Faktanya, 44% pekerja biasa tidak tahu DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Hanya 56% pekerja biasa yang sudah tahu walau belum tentu punya DPLK. Itulah simpulan sementara Survei “Dana Pensiun untuk Pekerja Biasa” yang dilakukan Asosiasi DPLK (September 2023). Survei ini dilakukan sebagai bagian dari inisiasi Bulan Inklusi Keuangan (Bik) tahun 2023 dan mengkinikan tingkat literasi dana pensiun di kalangan pekerja biasa. Adapun karakteristik pekerja biasa dimaksud adalah orang yang menerima upah atas hasil pekerjaannya tanpa membutuhkan keahlian khusus dan kompetensi yang spesifik, seperti staf kantor, pegawai kontrak, pramuniaga, dan sejenisnya. Pekerja biasa berarti pekerja kebanyakan yang ada di Indonesia, di rentang usia 22 - 35 tahun.

 

Survei yang diikuti 100 pekerja biasa di Jakarta ini menegaskan tingkat literasi dana pensiun masih tergolong rendah. Masih banyak pekerja yang tidak tahu pentingnya DPLK sebagai sarana untuk mempersiapkan masa pensiun yang lebih baik. Maka, salah satu agenda penting DPLK ke depan adalah edukasi yang masif untuk meningkatkan tingkat literasi DPLK di kalangan pekerja. Hasil survei ini pun relevan dengan Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022 yang menyebutkan tingkat Literasi Dana Pensiun sebesar 30,46%, namun tingkat Inklusinya hanya 5,42%. 

 

Survei “Dana Pensiun untuk Pekerja Biasa” pun menyiratkan bahwa selama ini DPLK masih terbatas dipahami di kalangan pekerja profesional, belum menyentuh kalangan pekerja biasa. Karena tingkat pengetahuan akan manfaat DPLK belum diketahui di kalangan pekerja biasa. Sementara DPLK dapat disebut inklusif, apabila seluruh elemen pekerja tahu dan mampu meng-akses DPLK dengan mudah. DPLK sebagai program yang menjanjikan manfaat pensiun bagi pekerja menjadi penting untuk selalu disosialisasikan.  

 

Pengetahuan pekerja tentang DPLK adalah persoalan mendasar. Karena sebab tahu akann mampu mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk memiliki DPLK. Pengetahuan menjadi faktor penting untuk meningkatkan pengambilan keputusan pekerja untuk merencanakan masa pensiunnya. Maka untuk mengubah dari tidak tahu jadi tahu harus dilakukan edukasi terus-menerus di kalangan pekerja, baik sebagai individu maupun pekerja suatu perusahaan. Agar tingkat literasi DPLK menjadi terus meningkat sebagai syarat pertumbuhan kepesertaan DPLK di Indonesia. 

 

“Survei Dana Pensiun untuk Pekerja Biasa ini kami lakukan sebagai update kondisi literasi DPLK di kalangan pekerja biasa, pekerja kebanyakan di Indonesia. Di samping sebagai inisiasi di Bulan Inklusi Keuangan tahun 2023. Esensinya untuk memacu pertumbuhan DPLK berbasis data dan realitas di lapangan. Maka edukasi yang masif menjadi topik penting untuk tingkatkan literasi DPLK di pekerja” ujar Syarifudin Yunus, Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK dalam rilisnya.

 

Selain edukasi akan pentingnya DPLK untuk kesejahteraan pekerja di masa pensiun, tersedianya akses yang mudah untuk membeli DPLK pun menjadi agenda penting dalam memajukan kepesertaan dan aset kelolan dana pensiun di Indonesia. Salam #YukSiapkanPensiun #AsosasiDPLK #EdukasiDanaPensiun

Sebagai langkah adaptasi atas UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) menggelar Workshop Pemasaran bertajuk ““Adaptasi Pemasaran DPLK Pasca UU P2SK & Optimalisasi Edukasi Dana Pensiun untuk Publik” pada 14-15 September 2023 di Semarang. Dibuka oleh Nur Hasan Kurniawan, Ketua Umum Asosiasi DPLK, workshop pemasaran ini bertujuan sebagai konsolidasi dan penyesuaian cara-cara pemasaran DPLK pasca UU PPSK..

 

Tampil sebagai pembicara 1) Didy Handoko dari Direktorat Pengaturan Dana Pensiun IKNB OJK, 2) M. Hanif dari Tanam Duit, dan 3) Steven Tanner, Aktuaris Independen dan Pengawas Asosiasi DPLK yang dimoderatori Syarifudin Yunus, Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK. Diikuti 45 peserta dari 20 DPLK di Indonesia, workshop ini sekaligus menjadi langkah konkret untuk menyamakan pemahaman dan menerapkan ketentuan peraturan perundang‐undangan di bidang dana pensiun secara benar dan tepat. Agar tidak ada praktik pemasaran yang berbeda-beda.

 

“Asosiasi DPLK berharap, workshop pemasaran DPLK ini dapat meminimalisasi kesenjangan pemahaman tentang praktik pemasaran pasca UU PPSK. Sebagaiu industri DPLK, kita perlu menyepakati pemahaman yang seragam dan benar ke dalam suatu pedoman. Pedoman inilah yang nantinya akan digunakan sebagai acuan bagi pelaku DPLK dalam melaksanakan bisnsi DPLK agar lebih maju dan tumbuh” ujar Nur Hasan Kurniawan, Ketua Umum ADPLK dalam sambutannya.

 

Berbagai isu pemasaran menjadi bahasan dalam event yang dihadiri tenaga pemasar DPLK ini antara lain: Program Manfaat Lain, Iuran Manfaat Lain, Top‐up, Usia Pensiun (Normal dan Dipercepat, dan Usia Pensiun ‘Transit, Biaya Pengalihan Dana (Individu), Manfaat Lain yang Dikaitkan dengan Usia, Transparansi Biaya, Tata Cara Pembayaran DKPK, Penyelenggaraan dan Pengelolaan DKPK, Harmonisasi, dan Tantangan (internal dan eksternal) bagi Industri DPLK ke depan. Melalui workshop pemasaran ini pelaku DPLK pun diminta komitmennya untuk berpartisipasi dalam penyusunan berbagai pedoman praktik bisnis DPLK, seperti 1) pedoman pemasaran & pemasaran digital, 2) pedoman etika bisnis, 3) pedoman edukasi, 4) pedoman manfaat lain, dan 5) pedoman pembayaran manfaat pensiun secara berkala.

 

"Kami dari IKNB OJK menyambut baik inisiatif workshop pemasaran Asosiasi DPLK ini. Selain untuk konsolidasi tenaga pemasar pasca UU PPSK, diharpakan bisa dihasilkan pedoman-pedoman yang penting untuk pengembangan industri DPLK ke depannya. Agar dapat melayani kebutuhan dana pensiun pekerja di Indonesia " ujar Didy Handoko, Direktorat Pengaturan dan Pengembangan Dana Pensiun IKNB OJK dalam pemaparannya. 

 

Hingga Juni 2023 lalu, industri DPLK di Indonesia telah mengelola aset lebih dari Rp. 125 trilyun dan melayani lebih dari 3 juta pekerja. Melalui UU PPSK, harapanya DPLK dapat tumbuh signifikan dan mampu mengajar pekerja dan pemberi kerja dalam mempersiapkan masa pensiun yang lebih nyaman dan Sejahtera.Industri DPLK meyakini, tidak ada tantangan yang tidak dapat dipecahkan. Karena itu, sinergi dan koordinasi antarpelaku DPLK harus terus diioptimalkan, di samping tetap melakukan edukasi publik dan menyiapkan kemudahan akses kepesertaan DPLK. Salam #YukSiapkanPensiun #AsosiasiDPLK #SadarPensiun #WorkshopPemasaranDPLK

Sebelum dan sesuai UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), pemasaran DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) tentu tidak lagi sama. Karena itu, ikhtiar menyamakan persepsi dan gerak langkah untuk memajukan industri DPLK di Indonesia pasca UU PPSK sangat penting. Atas semangat itulah, Asosiasi DPLK menggelar Workshop Pemasaran di Semarang (14-15 September 2023). Dengan tema “Adaptasi Pemasaran DPLK Pasca UU P2SK dan Optimalisasi Edukasi Dana Pensiun untuk Publik”, kegiatan yang diikuti sebagian besar tenaga pemasar DPLK ini menjadi bukti komitmen pelaku DPLK untuk menyiapkan layanan terbaik dana pensiun bagi pekerja dan pemberi kerja di Indonesia. 

Dihadiri Didy Handoko  (Direktorat Pengaturan dan Pengembangan Dana Pensiun IKNB OJK), Nur Hasan Kurniawan (Ketua Umum Asosiasi DPLK), dan Steven Tanner (Aktuaris Independen dan Pengawas Asosiasi DPLK), workshop pemasaran ini diikuti 45 peserta dari 21 DPLK di Indonesia. Acara ini pun didukung oleh Tanam Duit Bisnis yang akan memaparkan “Alternatif Penempatan Arahan Investasi secara Korporasi” oleh M. Hanif yang dipandu Syarifudin Yunus (Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK). 

Sebagai tuan rumah, Irma Indri Pratiwi (Head of DPLK Bank Jateng) sangat menyambut baik workshop pemasaran di Semarang ini untuk mensinergikan cara-cara pemasaran baru pasca UU PPSK. “Selamat datang di Semarang teman-teman industri DPLK. Kami senang dan berharap workshop ini menjadi konsolidasi bersama untuk memajukan industri DPLK” ujarnya. 

Berbagai isu-isu strategis dalam pemasaran DPLK akan dibahas di workshop pemasaran DPLK kali ini, di antaranya: 1) Program Manfaat Lain, 2) Iuran Manfaat Lain, 3) Top‐up (once only) , 4) Usia Pensiun (Normal dan Dipercepat, dan Usia Pensiun ‘Transit’, 5) Biaya Pengalihan Dana (Individu), 6) Manfaat Lain yang Dikaitkan dengan Usia, 7) Transparansi Biaya, 8) Tata Cara Pembayaran DKPK, 9) Penyelenggaraan dan Pengelolaan DKPK, 10) Harmonisasi, dan 11) Tantangan (internal dan Eksternal) bagi Industri DPLK.

Melalui workshop pemasaran DPLK ini, harapannya ke depan, industri DPLK semakin semangat untuk memajukan industri DPLK dan bisa berdiskusi untuk bersinergi dalam memasarkan DPLK secara lebih efektif. Sehingga DPLK benar0benar mampu menjadi pilihan program pensiun untuk kesejahteraan di hari tua, di masa pensiun. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #AsosiasiDPLK

Seorang kawan yang bekerja di suatu perusahaan bertanya. Soal usia pensiun normal. Apakah usia pensiunnya mengikuti perusahaan atau kepesertaan di dana pensiun? Sebelum menjawab itu, mungkin perlu disepakati terlebih dulu. Bahwa usia pensiun adalah suatu proses berakhirnya masa kerja seorang pekerja atau karaywan dan dimulainya untuk memasuki masa purnabakti karena masa kerja secara aktif telah berakhir.

Nah, dalam konteks dana pensiun khususnya Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), UU No. 4/2023 tentang PPSK Pasal 146 ayat (1) menyebut “usia pensiun normal untuk pertama kali ditetapkan paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun dan akan direviu serta ditetapkan secara berkala paling lama setiap 3 (tiga) tahun sekali dengan mempertimbangkan angka harapan hidup dan kondisi makroekonomi.” Artinya, ketentuan usia pensiun normal (UPN) tersebut berlaku untuk setiap orang yang mulai menjadi peserta Dana Pensiun terhitung sejak UU PPSK diundangkan yaitu tanggal 12 Januari 2023 (Pasal 320 ayat (4) UU PPSK).

Dengan demikian, ketentuan  usia pensiun normal tersebut “tidak berlaku” bagi siapapun yang telah menjadi peserta Dana Pensiun sebelum UU PPSK berlaku. Bila mau disebut “peserta lama”, maka ketentuan usia pensiun normal yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP) sebelum UU PPSK diundangkan tetap belaku. Dengan kata lain, setiap peserta dana pensiun baru telah diberlakukan usia pensiun normal paling rendah 55 tahun, sekalipun PDP belum dilakukan perubahan. Di sisi lain, bila ada dana pensiun atau perusahaan yang menerapkan ketentuan usia pensiun normal lebih dari 55 tahun. Maka dinyatakan tidak bertentangan dengan ketentuan UU PPSK.

Patut disepakati, istilah usia pensiun ya usia pensiun saja. Agar tidak rancu dengan menyebuat “batas usia pensiun”. Karena tidak ada istilah batas usia pensiun. Seharusnya “batas usia bekerja” atau penentuan usia pensiun. Karena “pensiun” menurut KKBI didefinisikan tidak bekerja lagi akibat masa tugasnya sudah selesai. Maka kata kunci pensiun adalah 1) tidak bekerja lagi dan 2) masa tugasnya sudah selesai.

Lalu, bolehkah ketentuan usia pensiun perusahaan berbeda dengan usia pensiun di dana pensiun? Sejatinya, peraturan perusahaan merupakan peraturan yang dibuat secara tertulis oleh Perusahaan atau pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Maka dengan mempertimbangkan karakteristik pekerjaan dan bidang usaha bisa saja, usia pensiun Perusahaan berbeda dengan usia pensiun di dana pensiun. Dengan demikian, menurut pemikiran saya, penetapan usia pensiun sangat bisa mengikuti aturan yang disepakati bersama antara perusahaan dengan karyawan. Karena di dalam UU Cipta Kerja dan aturan turunannnya disebutkan pengaturan usia pensiun sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Jadi, sejauh ketentuan usia pensiun diatur dan disepakati bersama oleh perusahaann dan karyawan maka ketentuan usia pensiun dapat mengikuti peraturan perusahaan, perjanjian kerja, atau perjanjian kerja bersama. Dapat merujuk pada kebijakan internal perusahaan.

Sebagai tindak lanjut, soal usia pensiun bisa jadi hanya sebatas ketentuan atau angka-angka yang ditetapkan. Sebatas batas berakhirnya hubungan kerja antara Perusahaan dan karyawan. Tapu ada hal yang jauh lebih penting, bahawa setiap karyawan punya hak uang pensiun atau uang pesangon sesuai dengan peraturan yang berlaku, khususnya UU No. 6/2023 tentang Penggantu Perppu Cipta Kerja dan PP 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertnetu dan Pemutusahn Hubungan Kerja. Maka substansinya, bukan soal usia pensiun. Tapi sudah siapkah perusahaan membayarkan uang pensiun atau uang pesangon yang menjadi hak dari karyawan yang pensiun? Itulah pentingnya dana pensiun atau DPLK. Salam #EdukasiDanaPensiun #EdukatorDanaPensiun #UsiaPensiunNormal

 

Keputusan Komite Sertifikasi DPLK
Tentang
Hasil Ujian Sertifikasi DPLK - Periode Ujian: Agustus 2023
(Batch 21 – Inhouse Samuel Asset Manajemen)

 

Berikut ini disampaikan Hasil Ujian Sertifikasi DPLK periode ujian Agustus 2023 (Batch 21 – Inhouse Samuel Asset Manajemen) yang telah dilaksanakan secara offline di Jakarta pada 30 Agustus 2023, dengan rincian sebagai berikut:

Jumlah Peserta : 11 Peserta
Peserta LULUS : 11 Peserta
Peserta TIDAK LULUS : - Peserta
Persentase Kelulusan : 100%

SELAMAT kepada peserta yang telah lulus.

Hasil Ujian Sertifikasi DPLK – Agustus 2023 (Batch 21 – Inhouse Samuel Asset Manajemen)

No. Peserta Nama Instansi Status
770 Dini Desita PT Samuel Aset Manajemen LULUS
771 Intansyah Ichsan PT Samuel Aset Manajemen LULUS
772 Sisilia Dhone PT Samuel Aset Manajemen LULUS
773 Budi Frensidy PT Samuel Aset Manajemen LULUS
774 Nurmalanita PT Samuel Aset Manajemen LULUS
775 Dian Amellya PT Samuel Aset Manajemen LULUS
776 Ario Wibowo PT Samuel Aset Manajemen LULUS
777 Linda Dewi Simanjuntak  PT Samuel Aset Manajemen LULUS
778 Ari Muhammad Rizal PT Samuel Aset Manajemen LULUS
779 Andi Rahman PT Samuel Aset Manajemen LULUS
780 Leonard Agustino Wahyu PT Samuel Aset Manajemen LULUS

Adapun peserta “3 besar” dengan nilai tertinggi secara berurutan adalah sebagai berikut:

Budi Frensidy PT Samuel Aset Manajemen 77
Dini Desita PT Samuel Aset Manajemen 76
Sisilia Dhone PT Samuel Aset Manajemen 75

Jakarta, 4 September 2023

Penyelenggara
Syarifudin Yunus
Ketua Panitia

Mengetahui
Komite Sertifikasi DPLK
Steven Tanner                 Nur Hasan Kurniawan
Ketua Komite Sertifikasi    Ketua Asosiasi DPLK

Page 3 of 11
Hubungi Kami
Wisma Bumiputera, 2nd Floor, Suite 205 Jl. Jend. Sudirman Kav. 75
DKI Jakarta 12910
Indonesia
Phone: 021 - 5713007
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Tentang Kami

  • Sejarah Singkat
    Perkumpulan Dana Pensiun Lembaga Keuangan Indonesia (P-DPLK) atau dikenal dengan Asosiasi DPLK pertama kali berdiri pada tahun 1997 sebagai organisasi…
    Read more